Pages

Kamis, 24 Januari 2013

Merpati Putih

Tidak seperti malam sebelumnya, ibu dua gadis itu pulang lebih awal. Biasanya dia baru pulang diatas jam 21.00 WIB, namun saat ini jam masih menunjukkan pukul 19.00 WIB. Ibu pulang dengan membawa tas kertas bewarna merah. 
    “Ibu .. Amel kangen..!” gadis berumur 11 tahun itu nampak sangat riang dan lari berhambur memeluk sang ibu. 
    “Tumben, ibu sudah pulang jam segini?” Kakaknya, bernama Bella 16 tahun segera berdiri membereskan bukunya dan ikut memeluk sang ibu. 
    “iya, kebetulan pekerjaan sudah beres sayang. Ini ibu bawakan hadiah” Dua gadis manis itu tersenyum lebar. Dibukanya tas kertas merah itu, isinya adalah satu set alat lukis berupa cat warna, kuas dan kertas putih. 
    “Bella kan tidak pandai melukis bu..” Komentar Bella lembut saat melihat isi bungkusan yang dibawa ibunya. 
     “Tapi Amel pandai kak.. Nanti Amel bakal gambar wajah kak Bella dan ibu yang cantik deh” Celoteh sang adik dengan gembira, Ibu dan kakaknya tertawa lepas dan mengusap rambut berponi gadis mungil dengan mata biru bersinar itu. 

Mereka tinggal bertiga dalam rumah sederhana bertingkat. Ayah dua gadis itu telah meninggal 2 tahun yang lalu dalam kecelakaan mobil saat berlibur ke puncak. Semua penumpang saat itu selamat, hanya ayah mereka sebagai pengemudi yang meninggal. Tentu kejadian itu menyisahkan duka yang sangat dalam dihati sang ibu, Bella dan Amel.

Pagi yang cerah, menyambut kehangatan tiga perempuan dalam rumah yang hening. Hari itu adalah hari minggu, ibu tidak pergi ke kantor dan sekolah libur. Ibu sekarang sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk kedua putri tercinta, dan kakak membantunya. Sedangkan, Amel sedang asik menata meja lipat kecil dan perlengkapan untuk melukis diteras depan rumah. 

Setelah semua siap, Amel mulai melukis gambar dirinya, kakak, ibu dan ayah dengan melihat sebuah foto dihadapannya. Foto itu diambil ketika Amel berusia 8 tahun, setahun sebelum ayahnya meninggal. Amel melukis dengan penuh perasaan, sampai ada seekor merpati putih kecil hinggap diatas kursi taman. Amel bergeming sejenak melihat merpati putih yang tampak berkilau itu. 
   “Cantik sekali burung itu, siapa namanya?” 
Amel berjalan mendekatinya, saat tangan mungil Amel hendak menyentuh sayapnya, merpati itupun terbang. Merpati itu tidak benar-benar meninggalkan Amel, dia hanya terbang disekitar taman dan terus mengepakkan sayap-sayap indahnya. Mata biru Amel mengikuti arah terbang merpati itu dengan bersinar-sinar, tampaknya dia benar-benar telah terpesona. 
Merpati itu terbang merendah sampai Amel merasa sanggup menangkapnya. Merpati itu terbang keluar taman, dan entah apa yang dipikirkan Amel sehingga ia ingin terus mengikutinya dan mendapatkannya.  Baru selangkah Amel melewati gerbang tamannya, Ibu memanggilnya.  
   “Amel sayang mau kemana? ayo sarapan dulu, Kak Bella masakin nasi goreng kesukaan kamu loh” 
    “Iya bu..” dengan langkah ragu Amel berjalan ke dalam rumah, dia berharap nanti siang masih bisa bertemu dengan merpati putih kecil itu. 

Seusai sarapan Amel meneruskan lukisannya. Dia memang pandai melukis, saat berusia 8 tahun saja dia pernah menjadi juara 1 lomba menggambar tingkat SD se-kota Bogor. Bakat Melukisnya diturunkan dari ibunya. 
Jam menunjukkan pukul 11.00 WIB, lukisan Amel telah jadi. Dia merasa sangat puas, kemudian membawanya masuk kedalam rumah. Sepertinya Amel sudah lupa tentang merpati putih tadi pagi. Di dalam rumah, kakak dan Ibu sedang duduk santai di sofa sambil menonton TV.
      “Ibu.. Kakak.. lihat lukisan Amel sudah jadi. Ini untuk kalian..” Ucap Amel dengan sedikit berlari, rambut panjang hitamnya terurai sangat cantik, bola matanyanya terlihat sangat indah. Senyumnya sangat manis. 
Diberikannya lukisan itu kepada kakak dan ibunya. Setelah menatap lukisan cukup lama, mereka tidak berkomentar sedikitpun. Mereka hanya diam, diam cukup lama. 
     “bu, kak, kenapa diam? jelek ya lukisannya?”
    “Bagaimana kamu bisa melukis seindah ini nak..” ucap sang ibu dengan sedikit air yang mulai membasahi bola matanya, dan terus menatap lukisan Amel. 
     “Kamu benar-benar melukis seperti aslinya.. bagaimana bisa?” Kakaknya tersenyum, air mata juga mulai tampak diujung matanya. 
      “Ahh, lukisan Amel bagus ya, Amel senang sekali, lukisannya boleh dipajang diruang tamu ya bu?” Celoteh Amel dengan sangat riang. 
      “Ibu tidak percaya. Bagaimana bisa nak, bagaimana bisa kamu melukis seindah ini, sedangkan kamu saja tidak punya tangan.!” Ibupun menangis tersedu-sedu, kakak menutup matanya, menahan tangisnya.
       “bu? apa maksud ibu?.. Amel tidak paham.. kenapa kalian menangis?” 

Tiba-tiba Amel merasa kepalanya sangat berat, namun tubuhnya menjadi ringan, sangat ringan sampai dia bisa terbang! benar-benar terbang. Amel memang tidak mempunyai tangan, kedua tangannya patah saat kecelakaan yang menewaskan ayahnya 2 tahun lalu.

Amel sekarang terbang, bukan melayang, dia terbang dengan sapasang sayap putih kecil. Dia terbang ke teras rumah, dan mendarat dikursi taman. Disana, dia melihat gadis yang mirip dirinya sedang menyiapkan peralatan melukis. Dia merasa begitu konyol, bagaimana bisa seorang yang tidak mempunyai tangan bisa melukis. 

Gadis yang menyerupai dirinya itu tiba-tiba melihatnya, mendekati dan hendak menangkapnya, tentu Amel berusaha menghindar. Amel pergi keluar taman rumahnya, gadis itu masih saja mengikutinya dan berusaha menangkap dengan tangan buntungnya. Mobil sedan melintas dengan sangat cepat saat gadis itu hendak menyebrang, gadis itu tertabrak. Amel melihat ibu dan kakaknya berlari cepat dari dalam rumah menghampiri gadis itu, berteriak dan menangis histeris. 

Amel masih merasa tubuhnya sangat ringan, namun kepalanya terasa berat. Saat itulah, dia melihat sosok ayahnya yang sedang tersenyum dan menghampirinya dengan sayap yang lebih besar.

24 Januari 2012 , Oleh Vita. 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

mengharukan, bgs critax ◕‿◕

Posting Komentar