Pages

Kamis, 01 November 2012

Bahasa Ibu Lebih Baik

Polemik lunturnya kecintaan bangsa pada bahasa ibu menjadi topik yang sedang hangat dibicarakan sekarang. Padahal bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sangat baik dengan tatanan struktural yang runtun dan jelas. Di Australia, bahasa Indonesia dijadikan sebagai kurikulum nasional bersifat pilihan dengan peringkat atas ketiga setelah bahasa Jepang dan Perancis, dengan peminat yang terus meningkat tiap tahunnya.

Namun, berita terbaru yang dikutip dari koran kompas menyatakan bahwa peminat Bahasa Indonesia di Australia menurun belakangan tahun ini, yakni sebanyak 10.000 siswa dari TK hingga SMA yang memutuskan keluar dari kelas Bahasa Indonesia. Di universitas, peminat bahasa Indonesia turun 37 persen dibandingkan 10 tahun lalu. Penurunan tersebut disebabkan karena di Indonesia sendiri penggunaan bahasa Indonesia menjadi tidak begitu penting dan lebih marak menggunakan bahasa Asing.  Selain Australia, bahasa Indonesia juga dipelajari banyak warga dari Jepang, Korea, China, Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Inggris, Meksiko, Italia, dan Uzbekistan.

Sebenarnya ada dua indikator yang menyebabkan melemahnya minat bangsa pada bahasa Indonesia yang dilihat dari faktor eksternal dan internal. Yang pertama adalah faktor eksternal. Seiring dengan maraknya globalisasi, bukan hal tabuh lagi apabila mulai banyak tren dan budaya luar yang masuk ke bangsa kita, termasuk bahasa yang merupakan komponen penting dalam suatu hubungan komunikasi sosial. Bahasa asing terutama bahasa Inggris di Indonesia menjadi bahasa yang sepertinya wajib untuk dikuasai agar tidak ketinggalan jaman, hal ini dapat dilihat dari menjamurnya kursus bahasa Inggris dengan tarif yang sangat mahal. Persaingan ataupun kebutuhan untuk mengusai bahasa Inggris memang merupakan hal positif, namun di sisi lain juga berdampak pada kurangnya minat pada bahasa sendiri.

Selain itu, Kita bisa juga melihat dari hasil Ujian Akhir Nasional, Ujian Masuk Perguruan Tinggi dan lain-lain, dimana rata-rata nilai bahasa Inggris lebih baik daripada nilai bahasa Indonesia. Pemerintah bukanya tinggal diam atas masalah tersebut, Kemendikbud sendiri pada minggu lalu telah mengelurkan aturan ditiadakannya mata pelajaran bahasa asing untuk anak didik sampai kelas 5 SD, namun aturan tersebut menimbulkan banyak kritikan, akhirnya diputuskan menganjurkan dengan tidak mewajibkan aturan tersebut.
Tidak jauh-jauh, di kampus saya sendiri beberapa waktu lalu telah diadakan test toefl untuk mengukur kemampuan mahasiswa, dimana mahasiswa yang mendapat skor baik dibebaskan untuk tidak mengikuti tatap muka kuliah m.a Inggris. Pertanyaan yang mendasar adalah “mengapa harus bahasa Inggris dan tidak bahasa Indonesia yang pertama diujikan?”

Faktor yang kedua adalah internal, dimana faktor internal ini memiliki pengaruh yang sangat besar pada tergerusnya minat bangsa pada bahasa Indonesia. Menurut pengamat, penyebab rendahnya nilai bahasa indonesia daripada bahasa Inggris adalah pengajaran yang dilakukan di sekolah cenderung bersifat komunikatif daripada struktural. Pendekatan cara ajar yang komunikatif dipakai karena lebih menyenangkan dan mudah ditangkap oleh siswa. Pendekatan tersebut memang baik namun belum sepenuhnya benar karena yang disajikan saat ujian adalah soal bahasa Indonesia dalam konsep struktural. Pendekatan komuniatif membuat siswa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk memahami konsep struktur dari bahasa Indonesia sendiri. Dari sini sebenarnya ada dua hal yang perlu diperbaiki, yaitu cara pengajaran yang perlu dievaluasi dan materi uji yang harus lebih disesuaikan.

Selain itu, kebiasaan mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing secara tidak langsung membuat kebiasaan baru dan kosakata baru di masyarakat. Hal tersebut dapat ditemui diberbagai kalimat pidato, ceramah dan ucapan para tokoh ataupun artis yang akhirnya ditiru oleh masyarakat. Penyisipan kata dalam bahasa asing tersebut dianggap lebih menarik dan lebih berbobot daripada kata dalam bahasa Indonesia yang sebenarnya lebih jelas.

Tidak hanya penyisipan kata asing , penciptaan kata-kata baru yang dianggap merusak tatanan bahasa Indonesia juga terjadi di kalangan ramaja, kata-kata baru tersebut biasa disebut sebagai kata ‘alay’. Parahnya anggapan buruk tentang bahasa alay tidak hanya terjadi di dalam negeri, bahkan di luar negeri mereka faham tentang arti alay di Indonesia. Hal tersebut dapat diketahui dari banyaknya pernyataan negatif yang mereka kicaukan di jejaring sosial Twitter.

Tentu saja, permasalahan bahasa tersebut tidak boleh dibiarkan. Kita sebagai generasi Pelurus harus memikirkan cara-cara yang tepat untuk kembali menumbuhkan minat dan kecintaan bangsa pada bahasa Indonesia. Seperti mulai membiasakan menggunakan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah asing yang biasa digunakan baik di media maupun keseharian, memikirkan cara pengajaran yang tepat sasaran dan mencakup dua aspek penting yaitu komunikatif dan struktural, menciptakan permainan eduktif untuk peserta didik tingkat SD agar tertanam kecintaan pada bahasa Indonsesia sejak dini, dan yang mendasar adalah dengan mulai mengajak kerabat dan orang-orang yang di sekeliling kita untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Semoga permasalahan tersebut dapat segera dicari solusinya, agar slogan yang diciptakan pada pahlawan dulu tentang ‘bertumpah darah satu dan berbahasa satu bahasa Indonesia’ tidak terkubur oleh kebiasan masyarakat modern Indonesia saat ini dan lebih jauh agar tidak sampai terjadi masalah krisis identitas yang seperti terjadi di negeri tetangga.

Memang kita juga tidak harus meningggalkan bahasa asing mengingat globalisasi yang tak bisa dihindari dalam dua dekade ini, hubungan antar negara, perdagangan juga perlu bagi kemajuan bangsa kita. Namun hal terpenting yang harus diingat adalah tidak meninggalkan dan tetap mencintai bahasa kita sendiri yaitu bahasa Indonesia. Kita juga pasti bisa maju dengan konsisten dan menguatkan karakter bahasa kita, sehingga kita tidak hanya menjadi pengikut namun juga diikuti seperti yang sudah terjadi di beberapa negara yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai Prodi di Universitasnya.

Saya jadi ingat kutipan “kuasai bahasa asing dengan tetap cintai bahasa sendiri”.
Mari tetap semangat dengan mencintai dan memajukan bangsa ^_^

I LOVE INDONESIA –

1 November 2012 / A3-391
Lum’atul Fitria

0 komentar:

Posting Komentar